PULO GEBANG – Rosario adalah salah satu doa yang paling diterima oleh berbagai kalangan di lingkup Gereja Katolik. Romo A. Susilo Wijoyo dalam Misa Pembukaan Bulan Rosario, 1 Oktober silam bahkan mengatakan bahwa ini adalah doa yang paling populer di dalam Gereja Katolik. Mulai dari Paus Fransiskus, Bapa Uskup, Pastor, Suster, Bruder hingga umat, semua mendoakan doa ini. 

Dikutip dari catholiceducation.org, tidak dapat dipastikan sejak kapan doa ini diperkenalkan. Demikian juga, penggunaan bulir-bulir sebagai alat bantu doa (yang kini lebih dikenal sebagai rosario atau kontas) telah dipergunakan di biara-biara sejak jaman gereja awal, bahkan sebelumnya. Ada bukti dari Abad Pertengahan bahwa untaian manik-manik digunakan untuk menghitung doa Bapa Kami dan Salam Maria.

Struktur rosario pun berevolusi secara bertahap antara abad ke-12 dan ke-15. Akhirnya, 50 Salam Maria dibacakan dan dihubungkan dengan ayat-ayat mazmur atau frasa lain yang memperingati atau mengenangkan kehidupan Yesus dan Maria. Pada periode ini, doa ini pun lebih dikenal sebagai rosarium (“kebun mawar”). Selama abad ke-16, struktur rosario lima peristiwa yang didasarkan pada tiga rangkaian peristiwa, gembira, sedih dan mulia.

Santo Dominikus yang meninggal pada 1221, dialah yang merancang doa rosario seperti yang saat ini kita kenal. Ia tergerak oleh penglihatannya akan Bunda yang Terberkati ini, hingga ia mewartakan penggunaan rosario dalam karya misionarisnya di antara para Albigensia, yang telah menyangkal misteri Kristus sebagai jelmaan Allah menjadi manusia.

Apa yang dilakukan oleh Santo Dominikus ini memang tidak terdokumentasi dalam riwayat hidupnya maupun konstitusi Dominikan bahwa dirinya yang menyusun doa ini, namun perannya mengajarkan doa kepada umat pada masa itu sangat besar.

Pada tahun 1922, Dom Louis Cougaud menyatakan, “Berbagai elemen yang masuk ke dalam komposisi rosario adalah produk dari perkembangan yang panjang dan bertahap yang dimulai sebelum masa Santo Dominikus, yang berlanjut tanpa ia memiliki andil dalam itu, dan yang hanya mencapai bentuk akhirnya beberapa abad setelah kematiannya.” 

Doa rosario semakin popular di sekitar tahun 1600-1700 an, terutama setelah kemenangan pasukan Kristen di Lepanto, di tahun 1571. Saat itu, negara- negara Eropa diserang oleh kerajaan Ottoman, sehingga terdapat ancaman yang genting bahwa agama Kristen akan terancam punah di Eropa. Jumlah pasukan Turki telah melampaui pasukan Kristen di Spanyol, Genoa dan Venesia.

Menghadapi ancaman ini, Paus Pius V memerintahkan umat Katolik untuk berdoa rosario untuk memohon dukungan doa Bunda Maria, agar pasukan Kristen memperoleh kemenangan. Perintah ini dilakukan oleh Don Juan (John) dari Austria, komandan armada, demikian juga, oleh umat Katolik di seluruh Eropa untuk memohon bantuan Bunda Maria di dalam keadaan yang mendesak ini.

Pada tanggal 7 Oktober 1571, Paus Pius V bersama- sama dengan banyak umat beriman berdoa rosario di basilika Santa Maria Maggiore. Sejak subuh sampai petang, doa rosario tidak berhenti didaraskan di Roma untuk mendoakan pertempuran di Lepanto. Walaupun nampaknya mustahil, namun pada akhirnya pasukan Katolik menang pada tanggal 7 Oktober tersebut.

Fakta bahwa Gereja Katolik terus memasukkan Perayaan Rosario Kudus dalam kalender liturgi, menjadi sebuah kesaksian tentang betapa pentingnya dan manfaat dari doa ini. Uskup Agung Fulton Sheen mengatakan, “Rosario adalah buku orang buta, di mana jiwanya melihat dan di sana ada drama cinta terbesar yang pernah ada di dunia. Kekuatan rosario tak terlukiskan.” (Penulis: Ferdinand Lamak)

(Disadur dari Tulisan Pastor William Saunders dalam Kolom “Stright Answer” yang dimuat dalam Arlington Catholic Herald)