Oleh: Emiliana L.P.

Teknologi informasi digital sudah menjadi bagian dari hidup kita.  Pengguna aktif media sosial di Tanah Air 30 juta orang, pengguna internet tercatat 132 juta orang. Warga Indonesia menempati peringkat ke-3 yang menghabiskan waktu paling banyak bermedia sosial di kesehariannya (3 jam 23 menit). (sumber : https://wearesocial.com/blog/2018/01/global-digital-report-20180

Medsos menyajikan berbagai konten yang beragam.  Mulai dari yang positif (pendidikan, pengetahuan, etalase bisnis, hiburan) hingga negatif (provokatif, pornografi, kekerasan, terorisme, fitnah dan penghasutan).  Jika seorang pengguna medsos mengakses konten negatif terus menerus, kemungkinan ia akan mengalami kesulitan membedakan benar tidaknya informasi yang diterima, dan akan terpapar penggunaan bahasa medsos yang cenderung menggunakan bahasa kasar, istilah kebencian dan caci maki.  Sebagai contoh komen yang ditinggalkan para pengguna di setiap situs berita atau media sosial, mereka menyatakan ketidaksetujuan dengan bahasa yang kasar dan vulgar.

Semakin orang tenggelam dalam dunia internet, ia semakin menjauh dari dunia nyata. Saat orang mengeluarkan kata-kata fitnah, hasutan, ujaran kebencian, bahkan tantangan ke Kepala Negara dan Kepolisian, ia merasa seolah-olah berada dalam dunia kaca yang tidak terjangkau dan  tidak terlacak.  Bisa saja saat bertemu muka, orang berlaku dan berucap manis kepada kita, tetapi di media sosial perangainya bisa berubah total menjadi liar, tidak punya tata krama dan sopan santun.

Sungguh tidak mudah menjadi orangtua di era modern digital sekarang ini.  Ketika saya memiliki anak-anak, saya bertekad untuk mengikuti dan mendampingi gerak anak-anak saya baik di dunia nyata maupun dunia maya.  Namun ternyata kita tidak selalu berada dalam situasi ideal.  Situasi ideal adalah ketika anak-anak menghabiskan porsi waktunya sesuai dengan usianya, ketika orangtua menjalankan peran asih-asah-asuh dalam mendidik anak-anaknya, ketika para guru sekolah berdedikasi menjalankan peran pendidik anak-anak.  Anak-anak yang memiliki jam sekolah panjang, menghapal pelajaran  tanpa mengembangkan kemampuan nalar dan kritisi.  Ayah dan ibu yang harus bekerja di luar rumah dan memiliki waktu kurang paling banyak 4 jam untuk interaksi dengan anggota keluarga lain.  Guru pendidik yang bekerja hanya memenuhi tuntutan hasil akhir kurikulum dan mengabaikan proses mendidik anak-anak.

Perkembangan medsos yang cepat dan beragam, sangat menyulitkan baik para pengguna maupun para pendamping. Banyaknya jenis medsos, keterbatasan waktu, kemampuan penguasaan teknologi menyulitkan para pendamping untuk menyamakan langkah dengan anak-anak dampingannya.

Saya pernah menghadapi masalah terkait penggunaan medsos.  Suatu ketika, saya mendapat telepon dari orangtua murid (teman sekelas anak saya) yang marah besar karena ujaran tidak senonoh anak saya yang muncul di halaman muka akun Facebook ibu tersebut.  Ternyata ada fasilitas template– entah berasal dari mana – yang menyatukan photo pengguna akun Facebook dengan kalimat acak di bawahnya.  Kalimat tersebut bisa lucu, kasar, atau penghinaan. Pengirim tidak bisa melihat terlebih dahulu hasil template dan kalimat yang akan dikirimkannya.  Kebetulan template yang dikirim anak saya ke temannya yang menggunakan akun Facebook ibunya berisikan kalimat kasar dan tidak senonoh.  Untunglah ibu tersebut menerima penjelasan dan permintaan maaf kami.

Teknologi  selalu  bergerak maju dan meninggalkan orang-orang yang tidak sigap dan tidak siap.  Kita harus belajar memahami  teknologi. Menyadari semua keterbatasan dan resiko tersebut, yang bisa dilakukan orangtua adalah menjalin komunikasi  yang akrab, rileks   dengan anak-anak kita dan  teman-teman pergaulan medsos anak –anak.

Jika orangtua lalai menjalankan peran asih-asah-asuh anak-anaknya, maka akan  banyak pemangsa yang sabar menunggu saat dimana mereka bisa menggantikan posisi orangtua.  Sekali pemangsa mendapatkan kesempatan itu, mereka tidak akan melepaskannya.

Sebagai orangtua harus peka melihat perubahan perilaku anak-anak, meningkatkan pendidikan dan literasi digital anak. Namun sebagai orangtua sebaiknya tidak perlu terlalu khawatir, tidak  banyak melarang sehingga anak-anak tidak berkembang secara sempurna.  Komunikasi yang baik, aturan aturan yang jelas dan doa tanpa putus dari orangtua, niscaya akan membuat anak-anak sungguh bijak menggunakan medsos sesuai dengan umurnya. (Editor: Ferdinand Lamak)