Oleh: Maria Gorethi Janawaty Kurniadi (Lingkungan Yakobus)

Bermedia sosial tidak selalu memberi dampak buruk bagi anak, mereka  layak menggunakan media sosial, tentu saja dengan pendampingan orangtua.

Menurut undang-undang Republik Indonesia no. 35 tahun 2014 pasal 1 – anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih di dalam kandungan – sumber dari Mitrawacana.or.id

Orangtua harus mengerti dan mau belajar tentang hal-hal positif maupun negatif dalam bermedia sosial sehingga tidak menjadi bumerang bagi diri sendiri.

Tanpa pendampingan orangtua, kemajuan teknologi  terutama media sosial berdampak buruk bagi perkembangan anak-anak, seperti telah diberitakan  di ‘ ANTARA’  https//m.antaranews.com   bahwa ada anak SMP dan SMA mengalami masalah kejiwaan karena penggunaan gawai ( Gadget) yang tidak terkendali, baik konten/ isi maupun durasi waktunya. Bahkan yang bersangkutan membentur-benturkan kepalanya ke tembok ketika sangat ingin menggunakan gawainya, namun tidak di ijinkan oleh orangtuanya.

Pengalaman bersama anak-anak saya memasuki  dunia media sosial, Puji Tuhan kami bisa bekerjasama dengan baik.

Beberapa hal yang kami sepakati bersama antara lain :

  1. Membatasi penggunaan internet; waktu ber internet tidak boleh mengganggu waktu belajar, waktu makan dan waktu doa. Kami orangtuanya juga tidak bermain internet di depan anak-anak.
  2. Memilih konten yang layak sesuai dengan umur anak ; Pornografi berakibat lebih buruk daripada narkoba, Pornografi  bila di tonton secara terus menerus, bisa menimbulkan dorongan sex yang tidak baik,  Hal ini terjadi  seperti yang telah  diberitakan di TribunNews.com,   pelecehan anak-anak kecil  yang berdampak negatif, dan buruk bagi perkembangan anak.
  3. Berita sesat , hoax, terorisme ; memberi tahukan kepada anak supaya tidak ikut menyebarkan berita yang belum  tentu kebenarannya dan  tidak jelas narasumbernya.

Memberitahukan  ke anak supaya  tidak membuat artikel artikel keagamaan yang bersifat radikal, menjurus terorisme.

  1. Informasi yang sifatnya pribadi ; Tidak memberikan informasi yang sifatnya pribadi kepada orang yang baru dikenal di media sosial, misalnya memberi nomor telpon, alamat rumah dan lain-lain.
  2. Berteman; orangtua berteman dengan anak-anak baik di face book, instagram, Whatsapp ( Wa), sehingga kita tahu siapa saja teman mereka dalam bermedia sosial
  3. Tempat bermedia sosial ; saya membiarkan anak bermedia sosial di rumah, supaya lebih mudah memantau kegiatan mereka bermedia sosial, terutama selama liburan karena mereka menghabiskan waktu bermedia sosial lebih lama dibanding hari-hari lainnya.
  4. Jujur ; menganjurkan anak untuk mengatakan jujur apabila mengalami hal-hal yang tidak mengenakkan saat bermedia sosial  baik  dari teman atau dari orang yang baru mereka kenal.

Dengan kerjasama dan kesepakatan kami ( orangtua dan anak) tersebut di atas, Puji Tuhan saat ini anak anak kami sudah dewasa menjadi anak yang  jujur, tumbuh berkembang sempurna, menggunakan media sosial  tepat guna ( digunakan untuk hal-hal positif).

Bukti dari bermedia sosial tepat guna adalah  mereka  mencari dan mendapatkan  pekerjaan berkat informasi yang didapatkan  dari media internet.  Salah satu anak kami mendapatkan beasiswa juga    informasi dari media internet.

Saya dan suami  semakin meyakini  bahwa  sesibuk apapun kita sebagai orangtua, tetap harus meluangkan waktu untuk anak-anak terutama saat anak usia remaja, komunikasi yang baik menciptakan relasi yang baik antara anak dan orangtua. (Editor: Ferdinand Lamak)