PULOGEBANG – “Aku bernyanyi engkaulah cintaku, cinta dalam hidupku… Bersama rembulan… Aku menangis, mengenangmu… Sgala tentangmu, ku memanggilmu dalam hati lirih.., Engkaulah hidupku….,” penggalan lirik lagu Lirih milik Ari Lasso itu terdengar parau, tersendat seiring tiga – empat tetes air mata jatuh di balik kacamatanya.

Rapat DP Pleno di GKP Lantai 3, Minggu 14 Januari 2018 siang itu,  menjadi momentum yang sulit dilupakan, ketika seluruh umat paroki melalui DP Pleno harus melepaspergikan imam sulung paroki ini. Ia harus pergi setelah bertugas di paroki asalnya  ini selama 3 tahun 9 bulan. Ya, RD Rafael Kristianto telah dibebastugaskan dari paroki ini dan oleh Bapa Uskup KAJ ia mendapatkan tugas baru untuk menjadi gembala umat di Paroki Ambrosius, Villa Melati Mas, Serpong.

Hadir dalam rapat ini, RD A. Susilo Wijoyo dan RD Rafael Kristianto beserta jajaran DPH dan DP Pleno. Usai seluruh agenda rapat dibahas, saat perpisahan dengan Romo Rafael pun tiba. Dari sayap kiri ruangan, tampak masuk satu persatu dan berdiri berjejer tiga puluhan anggota OMK dan misdinar dengan alat musik yang siap dimainkan. Tampak, mereka akan mempersembahkan kado perpisahan untuk Romo Rafael yang menjadi sahabat pendamping mereka selama ini.

Semua menyimak ketika Romo Susilo menyampaikan kesannya sebagai rekan Romo Rafael di paroki ini. Pastor yang juga baru beberapa bulan menggembalai umat Pulogebang ini sejatinya tidak dapat menyembunyikan rasa kehilangannya. Itu terungkap dari kalimatnya, “Padahal saya dan Romo Rafael sudah saling menemukan chemistry diantara kami,” ungkapnya.

Romo Susilo juga menyampaikan bahwa rekannya ini selain akan bertugas untuk menggembalai umat di Paroki Ambrosius, juga akan melanjutkan studi untuk memperdalam bidang Teknologi Informasi.

Sementara itu, Romo Rafael ketika berbicara, ia mengungkapkan betapa berat untuk pergi meninggalkan umat paroki ini. Ia merasakan benar, bagaimana dirinya diterima oleh umat sebagai bagian dari keluarga, ia merasa seperti berada di tengah-tengah keluarganya sendiri. Rasa yang dalam itu ia ungkapkan dalam lagu Lirih, yang dinyanyikannya di hadapan seluruh pengurus DP Pleno.

Semua wajah memberikan perhatian penuh kepada Romo Rafael yang juga membawakan lagu itu dengan penghayatan yang dalam. Ada beberapa wajah yang nampak larut dalam suasana ‘perpisahan’ itu. Apalagi Romo Rafael pun terlihat seperti berusaha menahan luapan rasa sedihnya.

Mewakili umat, Wakil Ketua DPH Paroki Pulogebang Albertus Witjaksono menyampaikan terima kasih atas pengabdian yang sudah diberikan oleh Romo Rafael kepada umat di paroki ini. Ia pun membacakan sajak yang baru saja dituliskannya di dalam ruangan itu. Berikut nukilannya:

“Ada temu, ada pisah…. Semua terbingkai jadi satu kisah

Maka mari buang sedih dan gelisah….. Hapus linang air mata basah

Romoku pergi….Tapi bukan satu elegi

Bukankah telah banyak yang ia bagi…Dimulai saat alam menyenandungkan pagi

Ya, kau bimbing kami menuju Kristus… Karena kaulah yang diutus

Juangmu tiada putus… Kembalikan harap yang hampir putus

Rindu kan tinggal jua… Patri kenangan hingga tua

Harap kita kan bersua…Dalam kesempatan yang lebih dari dua

Yang terbilang hanya terima kasih…Iring doa penuh lirih

Kiranya sertamu karena Almasih… Mengabdi di ladang baru penuh kasih

Jakarta 14 Januari 2018, Pukul 10.00

Santo Gabriel Pulogebang

Sajak dibacakan langsung oleh Witjaksono dengan tatapan mata berkaca-kaca dari Romo Rafael. Suasana menjadi lebih riang ketika OMK dan misdinar membawakan lagu Ini Rindu dari Farid Hardja, Oh, aku rindu, katakan padanya aku rindu. Lagu itu diulang beberapa kali dan semua peserta rapat, juga yang hadir di dalam ruangan itu ikut menyanyikan dengan gerakan-gerakan khas seperti penyanyi aslinya.

Sejumlah video testimoni tentang apa dan bagaimana serta pengalaman bersama Romo Rafael yang disampaikan umat, pun ditayangkan di dalam acara itu. Semua mengucapkan selamat untuk tugas penggembalaan yang baru sembari berdoa semoga Romo Rafael selalu diberkati dan terjaga panggilannya untuk mengabdi di ladang Tuhan. Selamat mengabdi di tempat yang baru. Tempus fugit, amor manet…pastor. (Artikel & Foto: Ferdinand Lamak)