CIANJUR – Anda pernah berkunjung ke Lembah Karmel, Cikanyere, Cianjur, Jawa Barat? Jika pernah, tentu Anda tahu bagaimana program dan aktifitas yang dilakukan di biara Kongregasi Carmelitae Sancti Eliae (CSE) itu. Baru-baru ini media sosial dihebohkan dengan isu miring seputar tempat retret dan rekoleksi Katolik itu. Pendiri Biara CSE, Pastor Yohanes Indrakusuma CSE., mengatakan, ada sejumlah kelompok melalui media sosial menuduh Lembah Karmel sebagai pusat kristenisasi terbesar di Asia. Ia membantah isu itu, namun justru isu itu dimanfaatkan untuk memeras mereka.

Majalah HIDUP Edisi 6 Mei 2018 menuliskan, untuk membuktikan kebenaran isu itu, Kamis 26 April silam rombongan Forum Kerukunan Umat Beragama DKI Jakarta tiba di tempat itu. Lahan seluas 14 hektar itu pun dikelilingi oleh rombongan FKUB DKI yang dipimpin oleh sekretarisnya, H. Taufiq Rahman.

“Apa yang diisukan itu tidak benar. Pertama, isu 250 hektar Lembah Karmel itu tidak ada. Baru saja dilihat, ternyata hanya belasan hektar. Saya juga bangga bahwa di dalam kompleks ini terdapat mushola,” ungkap H. Taufiq Rahman usai berkeliling.

Ia juga membantah kabar yang mengatakan bahwa terjadi pembaptisan di sana karena praktik pembaptisan itu hanya terjadi di paroki, sementara Lembah Karmel bukanlah sebuah paroki. “Lembah Karmel merupakan tempat pendalaman iman, umatnya berasal dari paroki-paroki lain. Kami berkomitmen untuk meluruskan kesalahpahaman ini dengan mensosialisasikan kepada setiap pemuka agama,” terangnya.

Ketua Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAAK) Keuskupan Agung Jakarta, Pastor Antonius Suyadi mengatakan isu yang dihembuskan tentang Lembah Karmel memiliki beragam motif seperti ekonomi dan politik. Ia pun berharap, kedatangan FKUB DKI Jakarta ini akan membantu untuk mengklarifikasi dan mensosialisasikan apa yang sesungguhnya terjadi di tempat itu.

Sembari mengatakan bahwa sebagian pekerja di Lembah Karmel beragama Islam, ia juga berharap kunjungan FKUB DKI Jakarta ini bisa menanamkan saling pengertian, memahami dan terbuka antar para pemeluk agama. Karena, yang perlu dikembangkan saat ini adalah budaya damai dan toleransi, bukan saling memusuhi. (Penulis: Ferdinand Lamak, Sumber: Majalah HIDUP, Foto: jalancerita.com)