Oleh: Julie Erikania (WKRI Ranting Carolus Borromeus)

Sebanyak 96% anak-anak Indonesia pernah membuka konten negatif di internet dan sebanyak 36% orang tua tidak tahu apa yang dibuka anaknya karena pengawasan yang minim.

Hampir bisa dipastikan, tak ada anak dan remaja zaman now yang tidak terlibat dengan media sosial. Berdasarkan Kajian Dampak Penggunaan Media Sosial Bagi Anak dan Remaja yang dilakukan Pusat Kajian Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Cetakan Pertama, 2017) diketahui, anak dan remaja paling terlibat dengan empat media sosial berikut ini: Istagram, LINE, YouTube, dan Facebook.

Tentu tak ada larangan bagi anak dan remaja memiliki akun media sosial, sekalipun usia  mereka belum memenuhi syarat untuk memilikinya. Instagram dan Facebook, misalnya, bukan untuk usia di bawah 13 tahun, tetapi pada kenyataannya, tak sedikit anak usia di bawah 13 tahun sudah memiliki akun media sosial tersebut.

Hanya saja perlu diperhatikan oleh orang tua bahwa media sosial melibatkan teknologi berbasis internet, sehingga memungkinkan penggunanya saling terhubung dengan siapa saja, termasuk orang asing (tidak dikenal). Akibatnya, kejahatan terhadap anak di dunia maya pun merebak. Kita tentu masih ingat dengan tindak kekerasan seksual terhadap anak oleh  komunitas pedofil online yang tergabung dalam grup Facebook “Official Candy’s Groups”. (Kompas.com, 25/3/2017).

Belum lagi anak dan remaja bisa terpapar konten negatif, semisal pornografi.  Tempo.co (2/7/2010) melansir riset Norton Online Family (2010) bahwa 96% anak-anak Indonesia pernah membuka konten negatif di internet dan sebanyak 36% orang tua tidak tahu apa yang dibuka anaknya karena pengawasan yang minim. Hanya satu dari tiga orang tua tahu tentang yang dilihat anak-anak mereka ketika online, padahal anak-anak menghabiskan 64 jam untuk online setiap bulan.

Peran orang tua dalam mencegah anak dan remaja terpapar virus alias dampak negatif media sosial memang tak bisa diabaikan. Apalagi memiliki akun media sosial—sekalipun usia anak belum memenuhi syarat—sepertinya tak terhindarkan lagi di zaman now ini. Yang penting, ada pendampingan dari orang tua kala anak bermedia sosial sehingga ia dapat terselamatkan dari serangan virus media sosial.

Nah, seperti apa bentuk-bentuk pendampingannya? Ini ada beberapa saran yang dapat orang tua lakukan:

  1. Beri tahu anak untuk tidak memberikan informasi yang bersifat pribadi, seperti nama lengkap anak dan orang tua, nomor telepon, alamat rumah/lokasi keberadaan anak di suatu tempat, dll. Jelaskan mengapa ini penting.
  2. Pelajari akun media sosial yang dimiliki anak. Anda sebaiknya juga memiliki akun media sosial tersebut dan berteman dengan anak. Dengan begitu, Anda dapat mengetahui informasi apa saja yang di-posting oleh anak, siapa saja yang menjadi teman-teman anak di dunia maya, dll.
  3. Ajari anak cara menggunakan pengaturan privasi untuk membatasi siapa saja yang dapat mengakses dan mem-posting di situs media sosialnya. Jelaskan alasannya.
  4. Minta anak untuk mem-posting informasi (baik kata-kata, gambar, maupun foto dan video) yang tidak bersifat SARA ataupun ejekan/hinaan. Terutama kepada si remaja, minta ia menghindari pembicaraan yang berkaitan dengan seks secara online agar terhindar dari pemangsa. Perhatikan pula busana yang ia kenakan ketika akan mem-posting foto/video dirinya. Dorong anak untuk menyeleksi informasi yang akan di-posting, karena tidak setiap aktivitas anak perlu ditampilkan di akun media sosialnya.
  5. Ketahui apa saja aktivitas online anak melalui telepon selulernya. Untuk anak SD, sebaiknya Anda tidak memberikan ponsel yang terlalu canggih dan batasi penggunaannya, karena sesungguhnya anak SD tidak terlalu membutuhkan ponsel. Buatlah aturan “istirahat ponsel” pada saat-saat tertentu, semisal, makan atau nonton TV bersama keluarga. Tentu orangtua juga harus menaati aturan tersebut. Jangan sampai, anak dilarang pegang ponsel kala makan, orang tua malah asyik membalas pesan instan WhatsApp dari teman/grup, misalnya.
  6. Bicarakan dengan anak, kemungkinan-kemungkinan buruk apa yang bisa muncul dari media sosial, semisal perundungan maya. Dorong anak untuk membicarakannya dengan Anda jika ia merasa menjadi target/korban perundungan maya. Segera laporkan ke pihak berwajib dan situs jejaring sosial.

Tentu saja, saran-saran di atas hanya mungkin dilakukan apabila orang tua mau menyediakan waktu lebih banyak untuk anak dan remajanya. Sesibuk apa pun orang tua pasti selalu ada waktu yang bisa diberikan kepada anak, karena setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, termasuk dalam bermedia sosial. (Editor: Ferdinand Lamak)

 

REFERENSI:

  1. Kajian Dampak Penggunaan Media Sosial Bagi Anak dan Remaja. Pusat Kajian Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia, 2017
  2. Kompas.com
  3. Tempo.co