World Food Day atau yang biasa kita kenal dengan Hari Pangan Sedunia jatuh pada tanggal 16 Oktober setiap tahunnya. Hari ini dicetuskan sebagai hari pangan sedunia bersamaan dengan dibentuknya sebuah organisasi dunia yang bergerak di bidang pangan dan pertanian yakni Organisasi Pangan dan Pertanian atau yang lebih dikenal dengan Food and Agriculture Organization (FAO). World Food Day pertama kali dicetuskan atas ide seorang delegasi dari Hongaria yakni Menteri Pertanian dan Pangan yang menjabat pada saat itu Dr. Pal Romany pada saat konfrensi ke-20 FAO di bulan November 1979  (Sumber : wikipedia.org)  dan mulai dilaksanakan pertama kali di tahun 1981 hingga saat ini. Perayaan Hari Pangan Sedunia yang setiap tahun di rayakan mengadopsi banyak tema yang berkaitan dengan kepedulian masyarakat terhadap kebutuhan pangan dan pertanian.

Dari beberapa kebutuhan pokok setiap manusia, kebutuhan pangan menduduki peringkat pertama. Kebutuhan akan pangan berbanding lurus dengan tingkat kemiskinan dan kelaparan yang ada di sekitar kita. Seperti yang bersama kita ketahui, bahwa di berbagai belahan dunia ada banyak kasus tentang kelaparan dan kemiskinan. Mungkin kita tidak mengalaminya secara nyata di sekitar tempat tinggal kita, namun sayangnya kelaparan dan kemiskinan adalah hal – hal yang begitu nyata ada dan terjadi sehingga sangat memerlukan fokus dan perhatian dari pemerintah dan kita sesama umat manusia.

Jika mengacu pada data dari BPS (Badan Pusat Statistik) pada September 2018, presentase kemiskinan di Indonesia adalah 9.66 %  atau sekitar 25,67 juta jiwa mengalami kemiskinan. Untuk kasus kelaparan, dari data yang dikeluarkan Global Hunger Index 2018, Indonesia menduduki peringkat ke – 6 di Asia Tenggara dan peringkat ke 73 di dunia. Presentase dan angka yang demikian dinilai sangat memprihatinkan, mengingat Indonesia memiliki letak geografis yang cukup menguntungkan dan kekayaan alam Indonesia yang beraneka ragam.

Dari segi pangan , pertanian di Indonesia memiliki berbagai macam  jenis tanaman pangan lokal yang juga bermanfaat sebagai bahan pangan pengganti beras / nasi. Diantaranya ketela (singkong), sukun, jagung, kentang, ubi, sagu dan talas yang memiliki kandungan karbohidrat seperti yang terkandung dalam beras / nasi, namun memiliki harga yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan beras / nasi dan bisa juga diperoleh / di hasilkan sendiri di rumah, misalnya dengan menanamnya sendiri.

Dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS) tahun ini, Gereja St Gabriel Pulogebang mengelar sajian pangan lokal di lobi gereja, Minggu (20/10/2019) siang. Acara yang diselenggarakan oleh seksi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) ini di buka dengan kata sambutan dan berkat dari Romo A. Susilo Wijoyo, Pr dan Romo A. Setya Gunawan, Pr dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng makanan tradisional yang sudah disiapkan oleh panitia HPS.

Acara ini juga partisipasi seluruh wilayah dengan menyumbangkan beraneka makanan dan minuman tradisional berbahan dasar lokal yang sekarang ini sudah jarang di temukan misalnya tiwul, ketan, kembang tahu, rujak potong, wedangan jahe merah, wedangan sereh, klepon, ubi ungu dan banyak lagi makanan/ jajanan lokal yang di sajikan untuk dinikmati umat yang datang dengan menukarkan kupon yang sudah dibagikan.

Selain dari kalangan umat, acara itu juga dihadiri oleh Kapolsek Cakung Bapak Pandji Santoso beserta jajarannya. “Acara ini bagus, karena mengenalkan kearifkan lokal dari segi pangan dan dengan meningkatkan rasa bersyukur maka nikmat akan lebih ditambah berkat dari Nya.” ungkap Bapak Pandji.

Perayaan Hari Pangan Sedunia yang di rayakan gereja menjadi begitu penting dan memiliki makna yang mendalam, karena tidak hanya menghadirkan nostalgia dengan beraneka ragamnya makanan  lokal yang ada melainkan juga  mau mengajak umat merefleksikan beberapa hal :

  1. Bersyukur akan keadaan pangan yang menghidupkan umat.
  2. Memilih makanan yang sehat dengan mengkonsumsi makanan lokal dan alami seperti yang tadi sudah disebutkan di atas (ketela, jagung, ubi, dll)
  3. Makan dengan cukup dan tidak berlebihan, meningkatkan kepedulian kita dengan berbela rasa dengan sesama yang belum bisa mendapatkan berkat seperti yang kita terima. Mengacu pada pesan dari Bapa Paus Fransiscus pada suatu kesempatan “Membuang makanan tak ubahnya mencuri makanan dari meja orang yang miskin dan kelaparan

Nilai–nilai yang sesungguhnya dibagikan secara mendalam dari acara HPS tersebut diharapkan dapat menjadi sebuah kebiasaan baik yang diteruskan dalam hidup sehari-hari. Selain menumbuhkan bela rasa dengan sesama yang miskin dan membutuhkan, hal yang demikian dapat membantu menyejahterakan para petani lokal kita yang menanam tanaman pangan lokal. “Perayaan HPS ini diharapkan dapat menumbuhkan kembali rasa cinta dalam hati setiap umat terhadap makanan lokal yang ada dan sehingga menghidupkan budaya yang menghargai petani–petani lokal dan hasil bumi kita.” ajak Romo Susilo.

(Yunita Wardhani)