PULO GEBANG – Setelah satu bulan penuh di bulan Oktober umat Katolik sedunia menjalankan devosi kepada Bunda Maria, Bulan Rosario ini pun ditutup pada 31 Oktober 2019 silam. Begitu pula dengan umat di Paroki Santo Gabriel Pulo Gebang, perayaan Bulan Rosario pun ditutup melalui Misa Kudus pada 31 Oktober 2019. Doa Rosario memang tidak hanya dipanjatkan pada bulan Oktober atau Bulan Maria pada Mei saja. Setiap saat umat kapan saja dapat berdevosi kepada Bunda Maria. Namun gereja Katolik mendedikasikan kedua bulan itu sebagai Bulan Rosario dan Bulan Maria. Pada bulan itu, umat melaksanakan berbagai kegiatan dengan berdoa rosario dan novena bersama di lingkungan, wilayah, komunitas maupun secara pribadi. Bulan Rosario diawali dengan misa pembukaan pada tanggal 01 Oktober yang lalu.

Misa penutupan dipimpin  oleh Romo Alphonsus Setya Gunawan, Pr. dimulai tepat pada pukul 19.00. Sebelumnya setiap umat yang datang  seperti pada saat misa pembukaan, kali ini pun masing-masing diberikan satu buah lilin didalam cup yang akan dinyalakan pada saat prosesi arak-arakan menuju ke Gua Maria  ( rumah hening ) setelah misa selesai oleh petugas dari komunitas Legio Maria.

Dalam homilinya, Romo Gunawan mengutip bacaan injil dari kalender liturgi hari tersebut yakni Lukas 13 : 31-35 dimana Yesus menyebut Herodes sebagai “serigala” ketika diberitahu oleh orang farisi bahwa Herodes hendak membunuh Dia. Mengapa Yesus menyebut Herodes serigala? “Karena dalam konteks lain, binatang serigala selalu menjadi ancaman bagi domba-domba karena serigala berniat membunuh dan memangsa domba-domba yang ditemuinya. Yesus adalah Anak Domba Allah, dan Herodes berniat membunuhnya, karena itulah Yesus menyebut Herodes dengan sebutan serigala”.

Yesus juga mengatakan kepada murid-muridnya dalam Matius 10:16 …Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.

“Maka sebenarnya dalam kehidupan kita sebagai manusia, kita tidak pernah bisa untuk merasa benar-benar aman didunia ini, karena ancaman sudah ada sejak jaman dulu kala, dari jaman Yesus sudah ada, bahkan jauh sebelumnya dari jaman manusia pertama yaitu Adam dan Hawa, ancaman dari iblis itu sudah muncul dalam bentuk ular, yang dipakai untuk menggoda Hawa melanggar perintah Tuhan,” ujar Romo Gunawan.

Mengapa kali ini iblis berbentuk ular dan bukan serigala? “Karena wanita selalu tertarik kepada yang elok, yang gemulai, maka jika wanita akan menjadi takut dengan serigala, berbeda dengan ular yang bisa meliuk-liuk seperti menari sehingga menarik perhatian Hawa. Karena itulah dengan mudah iblis mendekati Hawa sehingga membuat Hawa jatuh kedalam godaan iblis, sang ular.”

Wanita pertama yang digoda dan jatuh kedalam godaan adalah Hawa, maka Bunda Maria, yang adalah seorang wanita pilihan Allah berhasil mengalahkan godaan dengan tetap setia dan taat kepada perintah dan kehendak Allah untuk mengandung putraNya yang kudus, menjadi simbol “Hawa yang baru.”

Jika Wanita pertama berhasil dikalahkan oleh bujukan ular untuk menjadi tidak taat dan melanggar perintah Allah, maka Bunda Maria adalah wanita pilihan Allah yang berhasil mengalahkan si “ular” untuk tetap setia dan taat kepada perintah Allah. Maka dalam setiap patung Bunda Maria, kita dapat melihat kaki Maria yang menginjak ular sebagai simbol bahwa Bunda Maria telah mengalahkan iblis. Iblis ini yang berhasil mengalahkan  Hawa dalam rupa ular tersebut.

Menutup homilinya, Romo Gunawan mengajak umat untuk selalu berdoa rosario bukan hanya saat Bulan Rosario namun sesering mungkin karena doa “Salam Maria” yang kita ucapkan dalam setiap untaian manik-manik rosario adalah senjata yang luar biasa ampuh melawan “serigala-serigala dan ular-ular” yang akan selalu berniat membinasakan kita ”domba-domba Allah.”  Melalui doa rosario, Bunda Maria akan selalu membantu dan melindungi kita mengalahkan segala ancaman dari yang jahat.

Setelah misa selesai, lilin dalam cup yang telah dibagikan kepada umat dinyalakan dan dimulailah prosesi arak-arakan lilin. Didahului oleh putra putri Altar memimpin perarakan dengan memegang salib besar, diikuti oleh prodiakon, umat dan Romo Gunawan. Dengan tertib, umat berbaris dengan memegang lilin yang sudah dinyalakan ditangan, berjalan  bersama menuju rumah hening, diiringi lagu Ave Maria yang dinyanyikan oleh Koor.

Jika pada saat misa pembukaan sudah penuh tertata rapih patung Bunda Maria yang akan diberkati oleh Romo diatas sebuah meja didalam rumah hening, kali ini tidak ada lagi patung, hanya meja dan lilin. Saat tiba di rumah hening,  di depan patung Bunda Maria, Romo Gunawan langsung memimpin umat menyanyikan lagu Nderek Dewi Maria, sebuah lagu karya seniman Djaduk Ferianto. Umat pun serempak ikut bersama-sama menyanyikannya, masih dengan lilin yang bernyala di tangan.

Doa di depan Bunda Maria pun usai, romo dan para petugas liturgi kembali ke sakristi dan umat ada yang bergegas pulang, ada juga yang melanjutkan dengan doa pribadi di depan patung Bunda Maria. Per Mariam ad Jesum. (Penulis dan Foto: Limut, Editor: Ferdinand Lamak)